Indonesia baru-baru ini menerima penilaian yang cukup mencengangkan dalam laporan internasional mengenai kejujuran akademik, di mana negara ini menempati peringkat kedua sebagai negara dengan ketidakjujuran akademik tertinggi, hanya di bawah Kazakhstan. Temuan ini datang dari hasil penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti asal Republik Ceko, Vit Machacek dan Martin Srholec, yang menganalisis artikel-artikel akademik yang dipublikasikan di berbagai jurnal internasional antara tahun 2015 hingga 2017.
Penilaian yang Menyentil Dunia Pendidikan
Pengamat politik Indonesia, Rocky Gerung, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam terhadap hasil penelitian ini. Ia menganggap peringkat ini sebagai tamparan moral bagi Indonesia, menandakan adanya masalah mendalam dalam dunia akademik yang merambah ke berbagai aspek, mulai dari penulisan riset hingga keabsahan gelar akademik. Rocky menyoroti fakta bahwa ketidakjujuran intelektual sudah begitu mengakar, di mana praktik-praktik seperti pemalsuan riset, penipuan ijazah, dan perdagangan gelar telah menjadi hal yang mencemari dunia pendidikan di Indonesia.
“Penilaian ini sangat memalukan, bahwa Indonesia unggul dalam ketidakjujuran intelektual, bukan dalam pencapaian akademik yang sesungguhnya,” ujar Rocky melalui akun YouTube-nya, Senin lalu.
Praktik Ketidakjujuran dalam Dunia Akademik
Peneliti Ceko, Machacek dan Srholec, dalam studi mereka menemukan berbagai bentuk ketidakjujuran akademik yang merusak kredibilitas dunia pendidikan. Praktik-praktik tersebut mencakup:
-
Penyogokan untuk kelulusan skripsi dan ujian.
-
Pembelian artikel agar dapat dipublikasikan di jurnal internasional.
-
Pemalsuan ijazah demi mencapai gelar akademik tertentu.
Rocky juga menegaskan bahwa Indonesia, yang dibangun di atas dasar pertengkaran pikiran yang sehat, seharusnya menanamkan nilai-nilai integritas akademik. Namun, ia menyesalkan bahwa tradisi berpikir kritis yang dulu dijunjung tinggi kini mulai memudar.
Skandal Akademik yang Membuat Dunia Terkejut
Rocky juga menyinggung beberapa kasus yang belakangan ini mencuat ke permukaan dan semakin memperburuk citra kejujuran akademik Indonesia, seperti masalah keaslian ijazah eks Presiden Joko Widodo dan skandal gelar doktor yang melibatkan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia. Kasus-kasus ini semakin memperlihatkan adanya praktik yang tidak sesuai dengan prinsip dasar pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi kejujuran dan kredibilitas.
Mengenai kasus Bahlil, Rocky mengkritik keras Universitas Indonesia (UI), tempat Bahlil meraih gelar doktor, karena dianggap membiarkan ketidakberesan dalam proses ujian. “UI harusnya bertanggung jawab terhadap kredibilitasnya, jangan biarkan skandal ini begitu saja tanpa penjelasan yang jelas,” tambah Rocky. Ia juga menyoroti universitas lain, seperti UGM, yang juga terlibat dalam kontroversi terkait pemalsuan ijazah yang dituduhkan terhadap Presiden Jokowi.
Fenomena Pejabat dengan Gelar Akademik
Rocky juga mencatat fenomena pejabat yang berlomba-lomba untuk memperoleh berbagai gelar akademik bahkan hingga gelar kehormatan meskipun mereka tidak memiliki rekam jejak akademis yang jelas. Fenomena ini, menurutnya, hanya memperlihatkan ambisi feodalistik dan tidak berakar pada kemampuan berpikir kritis yang seharusnya dimiliki oleh para pemimpin.
“Saya melihat ini sebagai ‘festival kebodohan’ yang memamerkan gelar tanpa substansi,” kata Rocky dengan tegas. Ia juga menambahkan bahwa meskipun banyak pejabat memiliki gelar tinggi, banyak dari mereka yang tidak mampu berdebat dengan argumen yang solid atau memiliki pemahaman yang mendalam dalam isu-isu yang dihadapi bangsa.
Kritis terhadap Kepemimpinan yang Menentang Pemikiran Kritis
Rocky juga berpendapat bahwa kepemimpinan yang berlaku saat ini telah menciptakan iklim di mana pemikiran kritis dianggap sebagai ancaman terhadap negara. Setiap orang yang mengungkapkan pandangan yang berbeda atau mempertanyakan kebijakan pemerintah sering kali dianggap anti-nasional atau pemberontak. Hal ini, menurut Rocky, menciptakan ketakutan untuk berpikir, yang pada gilirannya memperburuk kualitas intelektual masyarakat Indonesia.
Reformasi dalam Pendidikan: Jalan Menuju Kejujuran Akademik
Menyikapi peringkat buruk Indonesia dalam hal kejujuran akademik, Rocky mengajukan beberapa langkah untuk memperbaiki kondisi ini, salah satunya adalah dengan memulai reformasi di dunia pendidikan. Ia menyarankan bahwa Presiden Prabowo Subianto, yang memiliki visi besar untuk melindungi masyarakat dari kebodohan, perlu mengintegrasikan kurikulum yang bergizi.
“Reformasi pendidikan harus dimulai dari hal yang paling fundamental, yaitu kejujuran,” ujar Rocky. Ia menjelaskan bahwa untuk memperbaiki kondisi ini, setiap tahap dalam pendidikan, dari pendaftaran sekolah, ujian, hingga penulisan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi, harus dilaksanakan dengan prinsip kejujuran yang kuat.
Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Di akhir pembicaraannya, Rocky mengingatkan bahwa dunia kini semakin terhubung secara global melalui data dan informasi akademik. Agar Indonesia dapat dihargai di kancah internasional, bangsa ini harus mengedepankan kemampuan berpikir yang rasional dan argumentasi yang berbasis bukti.
Dengan menyadari masalah besar yang ada, perubahan dalam dunia pendidikan harus dimulai dengan langkah-langkah nyata untuk mengembalikan kejujuran akademik sebagai nilai utama. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat membangun kembali reputasi yang kuat di dunia internasional, serta mewujudkan masa depan yang lebih cerdas dan bermartabat.